Sebenarnya, saya bukan praktisi BBM atau pengamat BBM. Saya hanya salah satu dari rakyat biasa yang punya kepedulian sedikit mengenai kondisi BBM di Indonesia yang katanya jika tanpa dilakukan penghematan, perkiraan 4 tahun lagi minyak mentah Indonesia akan habis.
Saya masih ingat suatu saat saya berdiskusi dengan kakak saya mengenai sebenarnya BBM itu perlu di naikkan atau tidak. Apakah pemerintah benar-benar merugi sedemikian besar jika BBM tidak dinaikkan? waktu itu saya hanya sering membaca beberapa artikel tentang kenaikan BBM tetapi saya belum benar-benar mengerti karena saya belum tahu bagaimana sebenarnya proses produksi BBM dari awal hingga sampai ke tangan konsumen. Dengan semangat kakak saya kemudian bercerita tentang bagaimana proses produksi BBM dari awal hingga sampai ke tangan konsumen.
Menurut sepengetahuan kakak saya, Indonesia memproduksi minyak mentah sendiri. Kemudian minyak mentah itu di ekspor ke singapura. Di Singapura, minyak mentah diolah menjadi premium, solar, pertamak, dll. Setelah diolah jadi barang jadi, Indonesia baru mengimpornya dan mendistristribusikannya keseluruh Indonesia. Tak hanya itu, kakak juga bercerita kalau suatu malam ia menonton acara talk show. Disitu katanya ada seorang ahli yang membeberkan data-data perhitungan kalau sebenarnya tanpa subsidi, Pertamina masih untung. Data detailnya saya tidak tahu, karena kakak tidak menjelaskannya. Tapi saya masih tetap tidak mengerti kenapa pada setiap berita yang saya baca dikoran mengatakan bahwa Pertamina selalu rugi selama ini dan menyedot subsidi terbesar dari anggaran negara.
Saya baru menemukan jawaban dari setiap pertanyaan di kepala saya setelah saya bertemu dengan teman kecil saya yang kebetulan bekerja di Pertamina. Saya biasa memanggilnya di Fita. Dia bekerja di kilang minyak milik Pertamina yang ada di Palembang. Kilang minyak ditempat dik Fita bekerja adalah kilang minyak yang mengolah dari dari minyak mentah menjadi BBM.
Menurut dik Fita, dalam mengolah minyak mentah menjadi BBM butuh biaya besar. Jadi jika premium dg harga 4.500 itu terlalu sedikit. Proses pengolahannyapun tidak sesederhana yang dikatakan orang pada umumnya. Jika ada kerusakan pada alat untuk memperbaikinya juga butuh biaya yang sangat besar. Setiap tahun diantara sekian banyak kilang minyak milik pertamina, selalu ada salah satunya yang mau tidak mau harus stop produksi untuk melakukan perbaikan. Jika satu kilang stop produksi, maka BBM Indonesia akan kekurangan BBM, mau tidak mau pertamina membeli BBM dari Singapura. Singapura adalah tempat pemasaran/agen BBM seluruh dunia. Ketika itu terjadi, Singapura akan menetapkan harga sangat mahal. Tapi mau tidak mau Indonesia harus beli.
Untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah, jumlah minyak mentah yang ada di Indonesia sering kali tidak bisa memenuhi kebutuhan, jadi Indonesia masih harus membelinya ke Singapura. Ini diperparah karena beberapa beberapa perusahaan pengeboran minyak mentah di Indonesia adalah milik asing. Otomatis harga minyak mentah yang ditetapkan dan peredarannya tergantung dari perusahaan asing tersebut. Mereka berhak mengekspor minyak mentah keluar negeri atau menjualnya ke Pertamina.
Jadi pada intinya, Pertamina benar-benar merugi jika tanpa subsidi. Jika ada yang bilang untung karena menjual BBM, itu salah hitung. Pertamina baru mendapatkan keuntungan ketika pertamina mengebor minyak mentah sendiri, memproduksi oli, dan berbagai olahan yang lain selain BBM (dlm perhitungannya BBM sudah disubsidi).
Menurut para ahli, 4 tahun lagi minyak mentah di Indonesia akan habis. Itulah yang ditunggu perusahaan asing yang juga menjual BBM juga meskipun sebenarnya selama ini mereka mengalami kerugian. Mereka menunggu sampai minyak mentah Indonesia habis, ketika itulah mereka akan menjual harga BBM dengan harga cukup bombastis. Pertamina tidak bisa berbuat banyak melihat kondisi seperti itu, karena tidak bisa bersaing karena pasti ada permainan harga. Suatu saat Pertamina mungkin hanya akan menjadi perusahaan pengolah energi, dan itu yang sedang dirintis pertamina saat ini.
Beberapa hari yang lalu saya sempat ngobrol dengan tetangga saya tentang BBM. Rupanya ia punya pandangan sama dengan kakak saya tentang proses produksi BBM.
Jika yang punya pengetahuan salah tentang proses produksi BBM itu rakyat biasa seperti saya itu sangat wajar, namun jika yang mengatakan seorang yang katanya ahli dan cukup berpengaruh membeberkan data yang salah itu bisa jadi pertanyaan. Apakah ini disengaja? apakah ada kepentingan terselubung di balik pemberitaan itu? wallahualam.
Ooh...
BalasHapus